Bentrok, Pemimpin Hongkong Ultimatum Aktivis Pro-Demokrasi
Theresia Karo Karo Official Writer
5051
Selama sepekan belakangan, para aktivis pro-demokrasi di Hongkong melakukan aksi unjuk rasa agar pemerintah Beijing tidak mengintervensi pemilihan calon pemimpin Hongkong di 2017 mendatang. Mereka menginginkan agar pemilihan umum berlangsung secara terbuka, demokratis dan menantang agar Pemimpin Eksekutif Kota Hongkong, Cy Leung mundur dari jabatannya.
Aksi yang digerakkan oleh para pelajar dan mahasiswa ini sudah menduduki kawasan Admiralty, pusat pemerintahan Hongkong sejak Jumat (26/9) dan semakin meluas hingga kawasan pusat ekonomi Causeway Bay dan Mong Kok. Aksi ini meluas dikarenakan semakin banyaknya pada pelajar dan mahasiswa yang turut bergabung, hingga mencapai jumlah puluhan ribu.
Meskipun begitu, unjuk rasa ini ternyata tidak didukung oleh semua elemen masyarakat. Sebagian bahkan merasa terganggu dengan aksi mereka. Puncaknya pada Jumat kemarin (3/10), warga Hongkong dan kelompok pro-Beijing mencoba menyingkirkan para aktivis pro-demokrasi dari jalanan yang dikuasai. Aksi ini kemudian memicu bentrok antara keduanya dan memperbesar kemungkinan pada aksi kekerasan.
Polisi bekerja keras untuk menjaga ketertiban dengan membentuk barikade dan pengawalan terhadap pengunjuk rasa. Terlihat kelompok yang didominasi orang-orang yang lebih tua mencoba membubarkan para aktifis muda dengan berteriak-teriak ke arah aktivis pro-demokrasi. Menghadapi massa yang lebih besar secara jumlah, para aktivis muda ini saling berpegangan tangan untuk mempertahankan wilayah jalanan yang mereka duduki. Bentrokan ini mengakibatkan 20 orang terluka dan 19 lainnya ditahan.
Pemimpin gerakan Occupy Central, Benny Tai menyerukan agar para pengunjuk rasa kembali ke kawasan Admiralty, yang menjadi tempat aksi unjuk rasa ini dimulai. Kelompoknya bahkan akan menjamin keamanan para pengunjuk rasa jika mereka mengikuti permintaan tersebut.
Akibat aksi ini, Pemerintah Hongkong memperingatkan para aktifis pro-demokrasi untuk menghentikan aksi unjuk rasa tersebut dan memberikan tenggat waktu hingga Senin (6/10). CY leung, mengeluarkan pernyataan resminya. "Pemerintah dan kepolisian memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan tatanan kehidupan dan membuat kota beserta tujuh juta warganya kembali ke hidup normal." Ultimatum ini bertujuan agar para pengunjuk rasa mengakhiri aksi protes yang sudah berlangsung selama sepekan.
Bila tidak dilaksanakan, Leung mengancam bahwa pemerintah akan menggunakan berbagai cara untuk membubarkan aktivis pro-demokrasi. Aksi unjuk rasa ini bermula saat CY Leung mengumumkan kandidat yang bersaing dalam pemilu Hongkong tahun depan. Kandidat yang terpilih ini, merupakan politisi yang 'direstui' oleh pemerintah Beijing.
Demi kenyamanan Anda selama mengakses Jawaban.com, kami menggunakan cookie untuk memastikan situs web kami berfungsi dengan lancar serta memberikan konten dan fitur yang relevan untuk Anda, dan meningkatkan pengalaman Anda di situs web kami. Data Anda tidak akan pernah diperjualbelikan atau digunakan untuk keperluan pemasaran. Anda dapat memilih untuk Setuju atau Batalkan terhadap penggunaan cookie dalam situs web ini. Learn more